Tukang Ngapruk Ka Leuweung...

Sabtu, 31 Januari 2009

PETUALANG SEJATI

Apakah yang anda dapatkan selama ini? Ketika anda mendaki gunung-gunung,bertualang ke hutan dan tempat terpencil. Apakah anda pernah merasakan perasaan sedih ketika anda meyadari keberadaan anda sebagai mahluk yang kecil dan tidak berarti apa-apa dibanding semua itu?

Pernahkan ketika anda berada di gunung anda merenung
tentang semuanya?

Pernahkah anda menangis ketika melihat langit biru,lautan yang luas, gunung-gunung, awan yang berarak, hutan, pepohonan,air yang mengalir di bebatuan,kabut yang menutupi jurang dan lembah.

Pernahkan anda menangis ketika mendengar suara nyanyian burung-burung, suara gemericik air, suara angin yang berhembus diantara pepohonan, suara ombak, suara seranggga hutan dimalam hari ketika kegelapan dan kesunyian mulai menyelimuti alam.

Apakah yang anda rasakan dan pikirkan saat itu,
Apakah anda pernah menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih Besar dan Hebat dibelakang semua itu?

Yang Membuat dan Mengatur semua itu.
Siapakah dibelakang semua itu?

Pernahkan anda bersedih ketika melihat sampah-sampah plastik bertebaran di gunung dan hutan, hutan-hutan yang di hancurkan, binatang2 yang diburu, sungai2 yang tercemar oleh limbah.

Apakah anda sudah menemukan apa yang anda cari selama ini dengan pergi ke gunung, hutan atau tempat terpencil?

Apakah semua perjalanan selama ini bisa membuat anda lebih Mendekatkan diri kepada Zat yang Menciptakan semua itu dan menyadarkan diri anda yang tidak berarti apa-apa atau anda hanya ingin di puji orang atau
hanya ingin mencari kebanggaan atau malah makin menjauhkan anda dariNya.

Apakah anda sudah menjadi lebih bijaksana dalam hidup anda?
Banyak orang yang dengan bangganya menyebut dirinya pencinta alam, petualang, pendaki gunung, tetapi mereka tidak mendapatkan apa2 dari perjalanannya selain hanya tubuh yang lelah dan pakaian kotor, bahkan banyak dari mereka yang menjadi bagian dari Perusak Alam.

"ALLAH menciptakan langit dan bumi dan seluruh isinya alam ini, agar kita selalu bersyukur dan beribadah kepadanya".

Alam ini diciptakan untuk dipelihara dan dijaga kelestariannya.

Gunung, pohon, daun-daun, bunga-bunga, air, angin, batu-batuan, rerumputan, bahkan ulat, semut dan semua hewan yang ada didarat dan dilaut semuanya bersyukur kepada Allah.

Apakah kita juga seperti mereka?
Bukankah kita ini manusia yang katanya mahluk yang berakal dan lebih mulia dari mahluk yang lain.

Kalau semua itu tidak pernah anda rasakan dan pikirkan, Jadi apa tujuan anda selama ini?
Apa yang anda dapatkan selama ini?

Banyak orang yg ketika muda begitu bersemangat bertualang tetapi ketika lulus sekolah,bekerja dan mereka berkeluarga, menikah dan punya anak
mereka benar-benar berhenti, seakan melupakan semuannya,mereka sibuk dengan segala urusan, sehingga melupakan gunung,hutan dan alam.

kita lihat para penjelajah dan petualang di negri orang sampai tua mereka tetap bertualang, bahkan ada yang sudah berumur 70 tahun masih mendaki gunung himalaya,
apakah kita bisa seperti mereka?

Kebanyakan dikita hanya latah dan ikut-ikutan saja, mereka menjadi pendaki gunung hanya untuk gagah-gagahan saja, sehingga mereka tidak mendapatkan apa-apa dalam perjalanannya.

Jadikanlah apa yang anda jalani selama ini bukan hanya sebagai keisengan atau hobby semata tapi jadikanlah menjadi jalan untuk lebih mendekatkan diri kepadaNya dan menjadi Jalan Hidup anda.
Semoga

[Soe Hok Gie]


Mendaki Gunung Itu Nikmat

Banyak orang masih bertanya-tanya sampai sekarang,” Apa sih enaknya naik gunung?” Badan capai, dingin, lapar, dan bisa mati juga. Seperti orang kurang kerjaan saja. Tapi, sebenarnya kalau kita tahu trik-trik dalam pendakian gunung. Kegiatan ini ternyata bisa juga dinikmati dan aman-aman saja selama kita tahu batas kemampuan diri sendiri.
Pertama kali yang harus di ketahui dalam perjalanan pendakian gunung adalah bagaimana teknik berjalan. Tentu agak aneh juga kedengarannya. Setiap orang yang punya kaki dan tidak lumpuh pasti bisa berjalan, terus apalagi yang harus dipelajari?
Keseimbangan. Inilah jawaban mengapa kita wajib belajar lagi tentang teknik berjalan di gunung. Di sana, cara berjalan kita tak sama seperti saat kita berjalan di jalan-jalan perkotaan. Di gunung kita harus membawa banyak beban di punggung kita. Kemudian ditambah faktor medan perjalanan yang kadang harus mendaki punggungan-punggungan gunung yang curam, atau melintasi lembah panjang tak bertepi, bahkan kadang-kadang menuruni ceruk-ceruk dalam yang teramat kelam pada akhirnya. Dengan situasi medan seperti itu ditambah dengan beban berat di punggung, maka faktor keseimbangan tubuh adalah mutlak untuk dipelajari.
Maka itu diperlukan harmoni untuk mencapainya. Aturan napas dan gerak langkah haruslah seirama satu sama lainnya. Seperti juga dalam sebuah orkes simfoni, keterpaduan antara pengaturan permainan napas yang disingkronkan dengan gerak langkah yang tidak kaku menjadi sebuah harmonisasi nada tersendiri. Dan jadikan gerak melangkah dalam perjalanan itu sebuah seni tersendiri.
Memang benar ada beberapa prinsip dalam berjalan yang harus dituruti. Seperti melangkahlah dengan langkah-langkah kecil saja. Sebab langkah yang terlalu lebar membuat beban yang dibawa menjadi hanya bertumpu pada satu kaki saja, sehingga membuat keseimbangan kaki menjadi gampang goyah. Selain itu keuntungan lain yang
didapat dengan melangkah kecil-kecil adalah membuat napas lebih mudah diatur. Hal ini berdampak langsung pada sistem penghematan tenaga yang terbuang.
Memang efek samping yang paling kentara dari berjalan dengan langkah kecil ini adalah melambatnya irama jalan. Tapi itu lebih baik adanya daripada berjalan cepat-cepat tapi banyak istirahat yang dibutuhkan. Sedangkan parameter yang dapat dijadikan pegangan untuk mengetahui sampai batas seberapa kita melebihi irama jalan adalah saat kita mulai merasa sulit berbicara dengan rekan seperjalanan. Ini biasanya disebabkan karena irama napas yang mulai tidak teratur dan hal tersebut menjadi tanda bahwa berarti kita berjalan terlalu cepat.

Teknik Istirahat
Buat seorang pehobi mendaki gunung berpengalaman, berjalan terus-menerus selama dua sampai tiga jam tanpa istirahat bukanlah berat. Tingginya jam jalan dan latihan yang terus-menerus membuat stamina dan kekuatan seperti itu bisa diperoleh. Buat ukuran kita, para awam dapat berjalan satu jam terus-menerus dengan diselingi istirahat selama sepuluh menit adalah wajar.
Saat istirahat juga banyak faktor yang harus diperhatikan. Seperti, duduklah dengan kaki menyelonjor lurus ke depan. Karena hal ini dapat melancarkan kembali aliran darah yang sebelumnya hanya terpusat ke kaki. Usahakan cari tempat yang tidak terlalu berangin, karena angin dapat mengerutkan otot yang sedang beristirahat tersebut. Minum air yang berenergi dan bukalah sedikit makanan ringan yang kita bawa, untuk mempercepat proses recovery pada tubuh.
Pendapat yang mengira bahwa meneguk minuman keras di gunung itu baik adalah salah adanya. Memang kehangatan bisa kita dapat dari minuman tersebut tapi pembuluh darah dalam kulit menjadi mengembang dan memberi kesempatan udara dingin masuk ke dalam tubuh. Kehangatan sesaat yang kita terima tidak seimbang dengan akibat setelahnya, yaitu kedinginan dalam jangka waktu lama. Lagipula tak baik bila meminum minuman keras bila sedang dalam berjalan di gunung, selain bisa mengakibatkan mabuk yang bisa berdampak bahaya untuk si pendaki sendiri.
Atur waktu istirahat, jangan terlalu lama juga. Selain sayang pada otot-otot kaki yang sudah memanas dan kencang menjadi mengendur karena kelamaan istirahat. Tapi, bila dirasakan Anda memerlukan istirahat lebih lama dari biasanya itu pertanda Anda berjalan terlalu cepat. Dan bila tiba-tiba tiap setengah jam atau kurang Anda merasa membutuhkan istirahat itu berarti pertanda tubuh kita sudah terlalu lemah dan lelah.
Masalah kelelahan ini haruslah dipertimbangkan masak-masak. Bila hal ini terjadi tak jauh dari puncak tempat tujuan mungkin kita bisa memaksakan untuk mencapainya. Tapi, bila terjadi di tengah perjalanan dan puncak tempat tujuan kita masih terasa jauh dari depan mata lebih disarankan mengambil istirahat panjang, kalau perlu dirikan tenda untuk beristirahat.
Memilih lokasi istirahat juga harus memperhatikan banyak hal. Pilihlah lokasi istirahat yang memiliki pemandangan indah, karena paling tidak secara psikologis menikmati pemandangan dapat mengurangi perasaan lelah yang timbul selama dalam perjalanan. Makan dan minum secukupnya, kalau perlu dimasak dahulu agar hangat dan segar. Baik juga kalau kita memakan sedikit garam untuk menghindari keram.

Medan
Selanjutnya yang perlu diperhatikan saat berjalan di gunung adalah memperhatikan betul medan yang akan kita tempuh. Medan yang berumput dan terjal kadang membahayakan, apalagi saat basah karena hujan atau embun pada pagi hari. Bila kita tak berhati-hati melewatinya, tergelincirlah akibatnya. Apalagi bila kita memakai sepatu yang tidak mempunyai sol ber-‘kembang’ yang layak. Sama juga seperti pada medan yang berlumpur dan becek, cenderung licin dan berbahaya.
Di daerah yang penuh kerikil dan batu-batu tajam disarankan berhati-hati dan tidak bertindak ceroboh. Tidak berbeda juga di saat kita menemui daerah dengan batu-batu besar seperti saat di sungai. Kalau bisa melompat dari satu batu ke batu lainnya lebih disarankan. Tapi ini memerlukan kecepatan gerak dan ketepatan dalam melangkah, karena kadang batu tempat kita berpijak sudah bergulir saat kita akan pindah ke batu yang lain. Faktor kelelahan dan pengalaman juga bisa menjadi acuan bila ingin meloncat-loncat seperti ini. Bila kita sudah terlalu lelah cara yang paling aman adalah dengan menaiki satu per satu batu-batu tersebut dan memeriksa dahulu batu-batu yang akan dipijak agar tidak bergulir nantinya.
Lain lagi bila menemui daerah dengan karakter berpasir. Berjalan mendaki di daerah seperti ini lebih sukar daripada berjalan di atas tanah keras. Setiap kali dua kali melangkah ke atas tanah akan melorot ke bawah sebanyak satu langkah. Kadang-kadang perlulah menyepakkan kaki agar tanah memadat dan tidak melorot lagi. Bila kita menjadi orang kedua kita bisa mempergunakan jalur yang pernah dilalui orang pertama, hal ini bisa menghemat tenaga karena tanah berpasir bekas jejak menjadi lebih padat dan keras.
Juga jangan cepat percaya pada pepohonan kecil-kecil yang berada di pinggir-pinggir tebing. Seringkali pohon tersebut tak cukup kuat untuk menahan tubuh kita, sehingga gampang tercabut saat kita memakainya untuk menahan bobot badan. Pakailah pohon-pohon tersebut hanya sebagai keseimbangan saja.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan memotong lintasan yang sudah ada. Memang kadang lintasan tersebut terasa jauh bila kita melewatinya. Tapi percayalah, hal tersebut biasanya dikarenakan faktor mengikuti bentukan alam yang ada di daerah tersebut. Memang itu adanya jalur yang terbaik. Juga biasanya jalur-jalur memotong itu lebih sulit adanya, lebih baik jalan sedikit melingkar tapi dapat menghemat tenaga daripada mengikuti lintasan memotong tapi terkuras tenaga.
Jadi, patut diulang lagi. Ucapan-ucapan yang mengatakan bahwa naik gunung itu susah adalah bohong belaka. Ternyata kita bisa menikmatinya, dan bahaya-bahaya yang timbul di sana sebenarnya bisa diminimalkan dengan cara meningkatkan pengetahuan tentang kegiatan tersebut. Dan dengan menjadikan sebuah perjalanan menjadi sebuah seni adalah cara tersendiri dalam menikmati ciptaan-Nya.


Pecinta Allah atau pecinta Alam

Dua kata dari judul tulisan ini hampir sama jika dilihat dari penulisan-a, tapi perbedaannya sangat jauh menurut bahasa. Orang akan membedakan antara pecinta Allah dan pecinta alam. Pecinta Allah kita mungkin mengidentikkannya dengan seorang ahlul ibadah, siang malam hanya melakukan ibadah, gayanya kalem, berwibawa, santun dan rapi. Sedangkan pecinta alam identik dengan orang yang selalu bergelut dengan alam bebas, naik gunung, menjelajahi hutan, masuk gua dan lain sebagainya, dengan gaya rambut gondrong, kusam, penampilan acak-acakan (menurut orang –orang yang aku tanyakan mengenai pecinta alam)

Menurutku, sebenarnya ada hubungan yang erat dari dua kata ini (mohon di luruskankan bila salah). Pec

inta Allah dan pecinta alam muaranya satu, yaitu dari hati, dan ujungnya pun satu yaitu cinta, cinta kepada Allah. Seorang pecinta Allah pasti akan melakukan apa saja yang di perintahkan oleh Allah karena dari hatinya telah tertanam rasa cinta, dan salah satu perintah dari Allah adalah supaya manusia memelihara lingkungan sekitar, jangan merusaknya seperti yang tersurat dalam QS. Almaidah ayat 32, itu berhubungan dengan pecinta alam, yaitu menjaga alam supaya tidak rusak.

Bagaimana dengan pecinta alam. Pecinta alam sebenarnya adalah orang-orang yang dekat dengan Allah, kenapa..? karena banyak menyaksikan keagungan-keagungan yang diciptakan oleh Allah yang mungkin belum pernah dilihat oleh orang lain. Dan ini menjadi jalan untuk menjadikan mereka sebagai pecinta Allah. Seperti yang disebutkan dalam Alqur’an : “Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini”, (QS. Al Jaatsiyah : 4)

Namun kembali lagi kepada hati (Iman kepada Allah) bisa saja orang yang kita identikkan dengan pecinta Allah, jika dia tidak mencintai lingkungannya alias merusak alam ini, maka jangan harap Cinta Allah akan didapat. Begitu pula para pecinta Alam, mereka bisa mendapatkan Cintanya Allah karena mereka menjalankan perintah Allah, menjaga alam ini, tapi harus di barengi dengan ibadah kepadaNya. Jangan meninggalkan shalat misalnya, walaupun dalam kondisi sedang mendaki gunung.

Jadi, pecinta Allah dan pecinta alam, harus menanamkan iman di hati untuk mendapatkan cinta dari Sang Pencipta alam yaitu Allah SWT. Okey siap jadi pecinta Allah juga pecinta alam, atau pecinta alam juga pecinta Allah.

Jumat, 30 Januari 2009


Api Unggun

campfire_small.jpg

Suatu malam sang mursyid bertemu dengan beberapa muridnya, dan mengatakan kepada murid-muridnya untuk mendirikan kemah berikut dengan api unggun agar mereka dapat duduk dan berbincang-bincang. “Jalan ruhani ialah seperti api yang terbakar di depan kita,” katanya. “Seseorang yang ingin menyalakan api harus berhadapan dengan asap yang tidak nyaman yang menyebabkannya sulit untuk bernafas dan rasa perih di mata. Seperti itulah keimanannya dibangun. Bagaimana pun, tatkala apinya menyala, asapnya menghilang, dan apinya menerangi segala sesuatu di sekelilingnya — memberikan kehangatan dan ketenteraman.” “Tetapi bagaimana jika seseorang menyalakan api untuknya?” tanya salah satu muridnya. “Dan juga jika seseorang membantu kita menghindari asapnya?”
“Jika seseorang melakukan hal itu, dia adalah mursyid yang palsu. Seorang mursyid memiliki kemampuan untuk menyalakan api kapan pun dia inginkan, atau memadamkannya kapan pun ia mau. Dan karena dia tidak pernah mengajarkan seseorang bagaimana caranya untuk menyalakan api, kemungkinan dia akan meninggalkan setiap orang dalam kegelapan.”



BELAJAR DAN BERLATIH

DI ALAM TERBUKA

Alam dan manusia adalah dua wilayah yang menyatu dalam suatu kehidupan.S atu sama lain memberikan peran dan arti penting bagi kehidupannya, kita tidak bisa membayangkan bagaimana manusia hidup tanpa alam dan bagaimana alam hidup tanpa manusia.

Logika seperti diatas sebenarnya telah dipahami oleh semua insan yang hidup di muka bumi. Tapi,bila dicermati belum tentu demikian adanya. Alam seperti halnya usia, contohnya manusia semakin lama semakin renta dengan tingkat produksi dan penyelamatan diri yang semakin lemah dan rendah. Padahal manusia memiliki akal dan pikiran yang semakin hari semakin memperlihatkan kualitasnya.

Banyak remaja sering mengisi waktu liburan dengan naik gunung. Namun, karena ketidak-tahuan, kegiatan fisik berat ini sering tidak disiapkan dengan baik. Padahal, kegiatan di alam terbuka tersebut ditentukan oleh banyak faktor yang akan mempengaruhi besar kecilnya resiko yang akan kita alami jika tidak dibekali dengan pengetahuan dan persiapan yang matang. Dan dalam kegiatan alam terbuka tersebut kita tentunya tahu akan bahaya yang sewaktu-waktu dapat mengancam jiwa kita. Bagaimanapun, Alam dengan rimba liarnya, tebing terjalnya, udara dingin dan kencangnya angin yang menusuk tulang, malam yang gelap dan kabut pekat yang selalu menutup pandangan itu bukanlah habitat manusia modern.

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya dalam kegiatan alam terbuka. Pertama, faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar diri pendaki. Cuaca, kondisi alam, gas beracun yang terkandung dalam gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam itu sendiri. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau meluapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar perkiraan manusia.

Tidak ada seorang pun yang dapat mengatur bahaya objektif itu, Namun kita dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Persiapan, kemampuan, pengetahuan dan diri petualang sendiri itulah yang menjadi faktor intern, faktor kedua yang berpengaruh pada sukses atau tidaknya kegiatan di alam terbuka tersebut.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara gunung dan kencangnya angin atau badai. Atau pendaki tidak membawa logistik yang cukup dan bahan bakar untuk mendukung kegiatan tersebut,itukan sama juga dengan bunuh diri tho?(kecuali untuk orang-orang yang udah jago…)

Hal-hal seperti diatas tentunya tidak harus terjadi pada kita yang pasti telah mengerti akan standart pendakian dan safety prosedur yang berlaku. Dalam kaitannya dengan aktivitas dialam terbuka,pengetahuan dan skill sangat penting juga dalam mendukung kegiatan berat itu. Penguasaan tentang navigasi darat,IMPK,survival,single rope technik (SRT),management rope,stroke technik sampai renang jeram mutlak dibutuhkan jika kita ingin menjelajahi alam bebas seperti yang biasa kita lakukan sebagai penggiat olahraga high risk walaupun bisa saja kita menyewa orang untuk membantu kita. Tetapi bukan hanya itu saja, ada hal penting lainnya yang tidak boleh untuk kita lewatkan. Seharusnya dalam setiap aktivitas yang kita lakukan, setidaknya harus ada sesuatu yang bisa kita dapatkan agar pendakian gunung,pemanjatan,penulusuran gua,pengarungan atau kegiatan lainnya yang biasa kita lakukan menjadi berkesan dan lebih bermakna. Lalu apa yang harus kita lakukan? Jawabannya adalah Belajar dari pengalaman(experiential learning). Itu dapat berlangsung pada saat seseorang terlibat dalam sebuah aktivitas,mereflesikan dengan seksama setelahnya,lalu memetik nilai atau makna yang terkandung dalam setiap peristiwa tersebut. Proses seperti ini sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Tetapi kebanyakan orang lupa,malas atau tidak menghiraukannya karena dinilai kurang penting. Dalam kelompok(team)pemanjatan di big wall misalnya yang butuh berhari-hari untuk dapat mencapai summit. Jika pada proses pemanjatan yang cukup lama tersebut mereka tidak belajar mengenalii keadaan alam,keadaan psikologi team,keadaan peralatan dan perlengkapan pada saat itu, mungkin mereka sama saja dengan bunuh diri walaupun secara perlahan-lahan atau bisa saja mereka akan saling memotong tali rekannya sendiri dan jatuh pada ketinggian 300 m (ngenes tho..).

Sebenarnya Banyak lagi pembelajaran-pembelajaran lainnya yang bisa kita dapatkan pada aktivitas sekedar naik gunung. Tetapi kita juga harus mempunyai modal yang cukup pula untuk melakukannya. Diperlukan latihan-latihan yang intensif agar resiko yang mungkin dapat terjadi dapat diminimalisasikan sehingga kita dapat merasa aman dan yakin untuk melakukannya. Dan sambil belajar mengenal bangsa sendiri,kalau-kalau ditanya orang tentang nasionalisme, jawab saja “Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indoktrinasi, cinta tanah air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya, dan untuk itulah kami naik gunung”.